Memiliki rumah atau tanah tentunya akan terasa lebih tenang jika Anda memiliki bukti otentik yang menyatakan Anda sebagai pemilik sah. Inilah pula alasannya mengapa banyak orang yang langsung mengurus dokumen kepemilikan ini setelah membeli sebidang tanah. Mengurus dokumen kepemilikan sementara agar menjadi sertifikat tanah menjadi hal wajib yang segera dilakukan untuk menghindari permasalahan di kemudian hari.

Pengertian dan Fungsi Sertifikat Tanah

Sesuai dengan namanya, sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan dan hak atas tanah atau lahan spesifik. Dokumen negara ini dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dicetak oleh Peruri. Masyarakat dapat mengajukan pendaftaran tanah secara mandiri maupun memanfaatkan layanan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Sebagai dokumen otentik, maka sertifikat ini memiliki kekuatan pembuktian yang bersifat sempurna bagi pemilik. Selama informasi yang tertera di dalamnya tidak terbukti salah, maka hakim pengadilan akan tetap terikat pada data yang tercantum dalam sertifikat. Dengan demikian, memiliki sertifikat tanah asli yang sesuai dengan identitas diri dapat menjamin kepastian hukum. 

Seiring perkembangannya, masih banyak masyarakat yang kurang memahami perbedaan antara sertifikat tanah dengan buku tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dijelaskan bahwa buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran yang sudah ada haknya (pasal 1 ayat 19).

Sementara sertifikatadalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan (pasal 1 ayat 20).

Dapat disimpulkan bahwa buku tanah dibuat untuk kepentingan pemilik tanah yang diantaranya memuat data fisik dan data yuridis dari lahan atau tanah yang didaftarkan sesuai sertifikat tertentu. Dengan kata lain, buku ini tidak dapat menggantikan sertifikat karena hanya berisi data spesifik dan tidak menjelaskan kepemilikan.

Oleh karena itu, buku ini juga tidak dapat dipergunakan sebagai bukti kepemilikan dalam jual beli maupun sebagai contoh sertifikat hak milik.

Manfaat yang bisa didapat dari sertifikat ini sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah yang diantaranya juga tertuang pada pasal 3 PP No. 24 tahun 1997, antara lain  

  • Memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun maupun hak lainnya yang membuktikan bahwa dirinya adalah pemilik sah
  • Memudahkan proses peralihan hak atas tanah  
  • Sertifikat juga membuat taksiran harga tanah cenderung lebih tinggi jika dibanding tanah yang belum sertifikat
  • Sertifikat juga dapat dimanfaatkan sebagai jaminan kredit
  • Menghindari kesalahan dalam penetapan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)  
  • Mendukung posisi tawar menawar saat hak atas tanah dibutuhkan oleh pihak lain untuk keperluan pembangunan
  • Menyediakan informasi bagi pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah atau pengadilan
  • Foto sertifikat tanah juga dapat digunakan sebagai data untuk Kantor Pertanahan atas peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama
  • Sebagai wujud pelaksanaan tertib administrasi pertanahan untuk memudahkan segala kegiatan yang berkaitan dengan tanah  
  • Untuk menekan resiko berbagai permasalahan terkait tanah, misalnya pendudukan liar, sengketa tanda batas dan sebagainya

Namun perlu diingat pula bahwa sertifikat ini juga memiliki kriteria tertentu agar kekuatannya di hadapan hukum tetap berlaku. Selama data fisik dan data yuridis yang ada pada gambar sertifikat tanah masih sesuai dengan data pada surat ukur dan buku tanah, maka sertifikat bisa menjadi surat tanda bukti yang berlaku dan terbukti keabsahannya.

Jenis Sertifikat Tanah yang Ada di Indonesia

sertifikat tanah baru

Saat Anda mencari contoh sertifikat tanah, mungkin akan menyadari bahwa dokumen ini memiliki beberapa jenis tertentu. Ya, sertifikat yang menunjukkan kepemilikan ini ternyata memiliki beberapa jenis yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960, jenis sertifikat yang berlaku di Indonesia adalah:

Sertifikat Hak Milik (SHM)

Sertifikat Hak Milik yang kemudian disingkat sebagai SHM merupakan jenis sertifikat yang memiliki kekuatan hukum paling tinggi diantara jenis dokumen lainnya. Dokumen ini memberikan hak penuh kepada nama yang tertera di dalamnya dan menjamin perlindungan hukum bagi pemegangnya. Dengan kata lain, pihak lain tidak dapat mengakui hak atas tanah atau lahan yang terkait.

Sertifikat jenis ini memiliki status abadi, artinya tidak memiliki batas waktu sebelum dilakukan perubahan data. Dengan kata lain, tanah dengan SHM selain halnya dapat diwariskan turun-temurun juga dapat diperjualbelikan secara bebas. Inilah alasannya mengapa tanah yang berstatus SHM memiliki taksiran nilai atau nominal harga yang lebih mahal jika dibanding tanah dengan jenis sertifikat lainnya. Perlu diketahui pula bahwa SHM hanya berhak dimiliki Warga Negara Indonesia (WNI) saja.

Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)

Jenis sertifikat yang paling umum berikutnya adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Dokumen ini hanya menjamin hak guna tanah saja. Artinya, pemegang sertifikat hanya berhak untuk menggunakan lahan tersebut untuk keperluannya. Sementara hak kepemilikan tanah dipegang oleh negara, meskipun lahan kemudian digunakan untuk mendirikan bangunan oleh masyarakat.

Dengan status tersebut, jelas bahwa SHGB tidak dapat memberikan perlindungan hukum setingkat SHM bagi pemegangnya. Demi menjamin data yang tetap aktual, dokumen ini juga wajib diperbarui atau diperpanjang setelah mencpai batas waktu 30 tahun. Jika tidak, maka pemegang SHGB wajib menyerahkan tanah kepada pemilik. Dokumen ini dapat dinaikkan statusnya menjadi SHM oleh WNI, namun tidak oleh Warga Negara Asing (WNA).

Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)

Sesuai dengan namanya, Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS) ini berlaku untuk jenis properti tertentu seperti apartemen, ruko, unit kantor maupun kios-kios komersial. Dokumen ini juga menjadi contoh sertifikat rumah yang paling umum di masyarakat. Jenis sertifikat ini menjamin kepemilikan seseorang atas unit rumah susun (unit apartemen) yang dibangun di atas tanah yang berstatus milik bersama.

Inilah yang kemudian membuat unit properti seperti apartemen, ruko, kantor hingga kios dapat diperjualbelikan. Dengan kata lain, dokumen ini bisa dimiliki oleh WNI maupun WNA sesuai dengan perjanjian jual beli. Namun perlu diingat bahwa kepemilikan tanah dibagi bersama antara pemilik unit dengan pihak seperti developer maupun pengelola. Menariknya, SHSRS juga dapat dimanfaatkan sebagai kolateral pinjaman bank. 

Akta Jual Beli (AJB)

Salah satu dokumen yang juga bisa menjadi sertifikat kepemilikan adalah Akta Jual Beli (AJB), meskipun memiliki kecenderungan harus segera dinaikkan statusnya. Pada dasarnya, dokumen AJB ini bukanlah sertifikat yang diakui sebagai bukti kepemilikan sah, namun sebagai bukti tahapan peralihan hak tanah. Dengan kata lain, pemegang AJB harus segera menggunakan dokumen ini untuk mengajukan SHM.

Alasan mengapa AJB bisa menjadi sertifikat sementara adalah karena proses pembuatannya yang juga melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Selain itu, pembuatan AJB juga sudah diatur dalam Undang-Undang Perbankan No. 8 Tahun 2012 tentang Pendaftaran Tanah. Sayangnya, dengan statusnya tersebut, dokumen ini juga banyak dimanfaatkan untuk melakukan tindak penipuan oleh oknum yang tak bertanggung jawab.

Girik (Petok)

Meskipun bukan diakui oleh negara sebagai bukti kepemilikan lahan yang sah, girik masih banyak dianggap sebagai sertifikat oleh masyarakat. Girik atau juga biasa disebut sebagai petok bisa dikatakan sebagai surat penguasaan informal untuk tanah yang belum bersertifikat. Dokumen ini menjadi surat kuasa atas lahan, termasuk halnya penguasaan tanah secara turun-temurun ataupun secara adat. Surat ini digunakan sebagai bukti pembayaran pajak PBB atas tanah beserta bangunan di atasnya.

Dokumen ini biasanya juga disertai dengan Surat Keterangan Tanah (SKT) dengan tanda tangan kepala desa atau lurah setempat.  Umumnya, tanah girik adalah tanah milik negara karena status konversi haknya masih belum diakui. Karena girik tidak dijelaskan dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), maka ia tidak memiliki landasan hukum, menjadikannya tidak sekuat SHM dan harus segera dikonversi ke SHM.

Cara Membuat Sertifikat Tanah

Sesuai penjelasan di atas, dapat diketahui  bahwa sertifikat ini menjadi bukti otentik dan menjadi dokumen legal yang menjamin hak atas penguasaan lahan. Satu hal yang dapat membuat keabsahan dokumen ini batal adalah adanya data yang tidak sesuai. Oleh karena itu, Anda mungkin memerlukan contoh sertifikat tanah asli pdf sebagai rujukan untuk lebih memastikan bahwa pembuatan dokumen sudah sesuai.

Untuk memudhkan masyarakat yang ingin membuat sertifikat, pengajuan dokumen ini bisa dilakukan dengan mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sementara prosesnya, bisa diajukan secara mandiri ataupun dengan memanfaatkan layanan PPAT. Selanjutnya, berikut ini panduan cara pengajuan sertifikat tanah, baik secara mandiri, menggunakan bantuan PPAT serta cara meningkatkan status sertifikat menjadi SHM.

Pastikan Anda sudah menyiapkan sejumlah persyaratan wajib yang diperlukan, meliputi

  • Dokumen identitas diri, yaitu Kartu tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)
  • Salinan atau fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
  • Surat Pelunasan Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Tahunan (SPPT PBB)
  • Sertifikat Asli Hak Guna Bangunan (SHGB)
  • Akta Jual Beli (AJB)
  • Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
  • Surat Pernyataan Kepemilikan Lahan

Selain syarat wajib, adapula syarat dokumentasi meliputi   

  • Fotokopi Girik atau Letter C
  • Akta Jual Beli Tanah (AJB)
  • Surat Riwayat Tanah
  • Surat Pernyataan Tidak Sengketa

Setelah berbagai persyaratan di atas sudah Anda siapkan, maka proses pengajuan bisa dijelaskan sebagai berikut:

Pengajuan Sertifikat Tanah Secara Mandiri (Perorangan)

  • Siapkan semua berkas yang diperlukan kemudian datang ke kantor BPN dengan mendatangi loket loket pelayanan sertifikat tanah.  
  • Lengkapi formulir kemudian lakukan verifikasi dokumen untuk mendapatkan Surat Tanda Terima Dokumen (STT) dan Surat Perintah Setor (SPS). Lakukan pembayaran pendaftaran sekitar Rp50.000.
  • Setelah itu, Anda juga perlu membayar biaya pengukuran dan pendaftaran sertifikat tanah untuk mendapatkan permohonan membuat sertifikat.
  • Kemudian petugas ukur dari pihak BPN akan melakukan pengukuran tanah sekaligus memasang tanda batas tanah bersama saksi-saksi.
  • Hasil pengukuran tersebut kemudian diproses untuk dilanjutkan untuk pembuatan surat keputusan sertifikat tanah dari BPN.
  • Setelah proses di atas, Anda bisa menunggu proses pemeriksaan tanah yang dilakukan oleh pihak BPN. 
  • Apabila proses selesai, Anda kemudian bisa melakukan pelunasan untuk bisa mendapatkan sertifikat dari BPN.

Pengajuan Sertifikat Tanah Melalui PPAT

Seperti yang dijelaskan di atas, PPAT merupakan pejabat yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik terkait perbuatan hukum tertentu, termasuk halnya hak atas tanah. Dalam hal ini, PPAT diberi kewenangan oleh kepala BPN sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Menggunakan bantuan dari PPAT akan membuat proses pengajuan sertifikat rumah asli maupun tanah menjadi lebih mudah. Anda cukup menyiapkan berkas terkait kemudian membawanya ke kantor pertanahan setempat kemudian berikan bukti permohonan ke PPAT.

  • Selanjutnya pihak PPAT menerima tanda permohonan balik nama untuk keperluan pembuatan sertifikat, yang kemudian diserahkan kepada pembeli (pemilik baru).
  • Pihak PPAT kemudian mengganti nama penjual (pemilik sebelumnya) yang tertera di dalam buku tanah dengan nama pembeli (pemilik baru). Sertifikat kemudian dicoret menggunakan tinta hitam lalu diparaf oleh kepala BPN setempat.
  • Dengan dmeikian, pembeli (pemilik baru) telah terbukti sah sebagai pemilik lahan berdasar hukum. Sementara tempo pembuatan sertifikat tanah sendiri biasanya membutuhkan waktu antara 60 sampai 97 hari sesuai dengan jenis sertifikat dan luas tanah terkait.

Sebagai pertimbangan lebih lanjut, ada beberapa jenis akta tanah yang bisa dibuat melalui bantuan PPAT. Hal ini berdasar pada Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1998 terkait Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, BAB II pasal 2 ayat (1) tentang Tugas Pokok dan Kewenangan PPAT, antara lain:

  • Akta Jual Beli (AJB)
  • Akta Tukar Menukar
  • Akta Hibah
  • Akta Pemasukan ke Dalam Perusahaan
  • Akta Pembagian Hak Bersama
  • Akta Pemberian Hak Tanggungan
  • Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik
  • Akta Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik

Anda pun bisa mengajukan permohonan ke PPAT sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Anda.

Pengajuan Sertifikat Rumah menjadi SHM

Pada beberapa kondisi, contoh sertifikat rumah asli misalnya, seperti girik, AJB dan SHGB dapat ditingkatkan statusnya menjadi SHM. Hal ini bisa dilakukan sesuai dengan data yang sebenarnya karena memang terjadi perpindahan kepemilikan dalam ukuran tertentu. Oleh karena itu, masyarakat dapat memperbarui sertifikat kepemilikan mereka menjadi SHM untuk mendapatkan jaminan yang lebih kuat.

Sementara syarat yang diperlukan untuk meningkatkan status SHGB dan sejenisnya agar bisa menjadi SHM antara lain

  • Sertifikat tanah yang ingin ditingkatkan statusnya tersebut harus atas nama WNI. Karena seperti yang diketahui bahwa, SHM tidak dapat diberikan kepada warga negara asing. 
  • Selanjutnya, Anda bisa melengkapi berkas meliputi dokumen resmi yang diperlukan untuk pengajuan SHM tersebut. Apabila Anda terkendala dalam kelengkapan berkas tersebut, Anda dapat menggunakan bantuan notaris sehingga prosesnya menjadi lebih mudah.
  • Setelah dokumen legal yang diperlukan dirasa sudah lengkap, silakan datangi kantor BPN setempat untuk mengajukan permohonan SHM. Perlu diketahui bahwa apabila luas tanah yang akan dilakukan SHM memiliki luas lebih dari 600m2, maka diperlukan proses pengukuran tanah (konstatering report) yang akan memerlukan tambahan biaya dan waktu.
  • Setelah proses di atas selesai dan semuanya disetujui, selanjutnya Anda bisa menunggu penerbitan SK Hak Atas Tanah. Setelah keputusan terbit, silakan lakukan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB).
  • Sebelum Anda bisa mengambil SHM baru, pastikan Anda sudah mendaftarkan SK yang diterima terlebih dahulu.

Akhir Kata

Demikianlah penjelasan tentang pengertian dari sertifikat tanah, lengkap dengan fungsi dan manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat maupun oleh lembaga pemerintah.

Penjelasan tentang prosedur pembuatan dokumen tersebut juga bisa Anda jadikan referensi bagi yang ingin mengajukan dokumen pendaftaran tanah ke BPN.

Anda pun bisa memilih cara mana yang paling sesuai dengan kondisi dan anggaran yang ada agar bisa segera memiliki sertifikat hak milik yang sah.