Tantangan Mendesain Hunian 18 m²: Arsitek Diminta Berpikir Ulang

Jakarta — Wacana pembangunan rumah subsidi dengan luas hanya 18 meter persegi mengundang sorotan dari berbagai kalangan, terutama para arsitek. Setelah Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menampilkan mockup rumah 18 m² hasil rancangan Lippo Group, muncul beragam pendapat tentang kelayakan dan nilai kemanusiaan dari hunian mikro tersebut.

Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan, Sri Haryati, mengajak pengembang lain untuk ikut merancang rumah dengan luas serupa. “Kita juga ingin dorong ada yang coba bikin di posisi 18 m² juga, jadi punya pilihan,” ujarnya seperti dikutip dari Investor.id.

Namun, tantangan utama bukan hanya soal desain visual, melainkan juga bagaimana menjadikan rumah sekecil itu tetap layak huni dan memenuhi aspek fungsional, sosial, dan spiritual. Sri Haryati bahkan mendorong agar rumah-rumah subsidi tersebut tetap memiliki ruang untuk beribadah, sebagai elemen penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Di sisi lain, komunitas arsitek mulai mempertanyakan etika dan batas minimum ruang hidup yang pantas. Dalam laporan yang sama, sejumlah arsitek menyebut rumah dengan luas 18 m² berpotensi “merenggut martabat manusia” jika tidak dirancang secara hati-hati.

“Desain bukan sekadar estetika, tapi soal bagaimana ruang bisa mendukung kehidupan yang sehat dan bermartabat. Mendesain rumah 18 m² membutuhkan pendekatan arsitektur yang sangat inovatif dan manusiawi,” ungkap seorang arsitek yang enggan disebut namanya.

Dengan adanya permintaan dari pemerintah agar pengembang lain menyusul jejak Lippo Group, tantangan besar pun menanti para arsitek dan desainer. Mereka dituntut untuk memaksimalkan setiap centimeter persegi, memastikan sirkulasi udara, pencahayaan alami, privasi, hingga area fungsional seperti dapur dan kamar mandi tetap tersedia.

Sementara itu, PT Ciputra Development Tbk mengungkap bahwa mereka tengah mencari lokasi yang cocok untuk membangun mockup rumah subsidi. Ini menandakan bahwa minat terhadap proyek ini mulai merambah lebih luas, meskipun diiringi berbagai pertanyaan kritis.

Jika konsep rumah mikro ini berhasil diwujudkan secara layak dan manusiawi, Indonesia bisa menjadi pionir dalam solusi hunian ekstrem di tengah keterbatasan lahan dan urbanisasi. Namun tanpa panduan desain yang kuat dan empatik, proyek ini justru bisa menjadi preseden buruk dalam pembangunan perumahan rakyat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *